Pengamat Komunikasi UI Soroti Peran Media dalam Pembentukan Opini Publik
- Depro Indonesia
- Nov 12
- 2 min read
Jakarta — Pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) menyoroti semakin besarnya peran media dalam membentuk opini publik di era digital. Dalam pandangannya, media massa dan media sosial kini tidak hanya menjadi saluran informasi, tetapi juga instrumen yang memengaruhi cara masyarakat berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan.
Menurut Pengamat Komunikasi UI, perubahan pola konsumsi informasi di masyarakat membuat batas antara media konvensional dan digital semakin kabur. “Kini, publik tidak hanya menerima informasi dari televisi atau surat kabar, tetapi juga dari platform digital seperti X (Twitter), TikTok, dan Instagram. Hal ini mengubah dinamika pembentukan opini secara signifikan,” ujarnya.
Media Sebagai Pembentuk Persepsi Publik
Media memiliki kekuatan besar dalam menentukan isu apa yang dianggap penting oleh masyarakat. Dalam teori komunikasi, hal ini dikenal sebagai agenda setting. Media yang menyoroti isu tertentu secara terus-menerus dapat membuat publik menganggap isu tersebut sebagai hal yang krusial.
“Ketika media menyoroti topik tertentu, misalnya isu lingkungan atau politik, publik cenderung melihatnya sebagai prioritas. Inilah mengapa peran jurnalis dan redaksi menjadi penting dalam menjaga keseimbangan informasi,” tambah Pengamat Komunikasi UI tersebut.
Tantangan di Era Media Sosial
Namun, munculnya media sosial menghadirkan tantangan baru. Di satu sisi, media sosial memungkinkan semua orang menjadi “penyebar berita”. Di sisi lain, hal ini juga membuka ruang bagi penyebaran disinformasi dan hoaks yang dapat memecah opini publik.
“Dalam konteks demokrasi digital, setiap orang memiliki kebebasan berekspresi. Tetapi kebebasan itu harus diimbangi dengan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi yang benar dan terverifikasi,” jelasnya.
Pentingnya Literasi Media
Pengamat Komunikasi UI juga menekankan pentingnya literasi media bagi masyarakat Indonesia. Kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi pesan media menjadi kunci agar publik tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan.
“Literasi media bukan hanya soal mengenali berita palsu, tetapi juga bagaimana kita memahami konteks, motif, dan framing dari suatu pemberitaan,” ujarnya.
Peran media dalam pembentukan opini publik tidak bisa diabaikan. Di tengah derasnya arus informasi, masyarakat dituntut untuk menjadi konsumen informasi yang cerdas. Sementara itu, media perlu menjaga integritas dan profesionalisme agar tetap menjadi sumber informasi yang kredibel dan berimbang.
Dengan demikian, kolaborasi antara media, akademisi, dan masyarakat menjadi penting untuk menciptakan ekosistem komunikasi yang sehat dan beretika di Indonesia.



Comments